Wisata Ke Yogya Part 1 : Volcano Tour Gunung Merapi
CAHYOGYA.COM - Selamat datang di cahyogyacom. Pada kesempatan kali ini saya berkesempatan menceritakan salah satu pengalaman dari sahabat Kompasiana mengenai kegiatan wisata nya di Yogyakarta beberapa waktu lalu, buat anda yang dalam waktu dekat ingin berwisata ke Yogya tidak ada salahnya anda sempatkan beberapa menit untuk membaca tulisan sahabat saya ini.
Ini cerita jalan-jalan saya ke Daerah Istimewa Yogyakarta, atau lebih akrab disebut Jogja. Lewat ajakan seorang teman, saya menyambangi banyak tempat yang sebelumnya tak pernah saya datangi. Ya, maklum deh, tiap ke Jogja selalu soal kerja. Rutenya itu-itu saja, hotel-Malioboro-hotel, dan sekitaran situ deh.
Tiba di Bandara Adi Sutjipto jam 7 pagi, saya dijemput seorang kawan yang siap mengantarkan jalan-jalan. Namanya Mas Paul. Destinasi pertama setelah sarapan pecel adalah kawasan Gunung Merapi. Jarak dari bandara ke sana lumayan jauh. Hmm..kira-kira dari Bekasi - Salemba.
Saya pikir, keliling Merapi naik mobil Avanza yang kami tumpangi. Ternyata salah besar. Kami mesti naik jeep yang rodanya mirip roda truk, terus dengan atap terbuka. Wohooo…saya ini penakut, tapi terpaksa jajal wisata off road Volcano Tour. Seru!
Volcano Tour ini terbagi dalam tiga kategori rute. Rute pendek, menengah, dan panjang. Yang pendek sekitar 1,5 - 2 jam, menengah 2 - 3 jam, dan rute panjang sekitar 4 jam. Tarifnya paling murah Rp 250 ribu per jeep. Jadi, bukan dihitung per orang. Tapi, per satu angkutan pakai jeep. Saya mengambil rute pendek yang salah satu persinggahannya adalah Museum Sisa Hartaku.
Tiba di Bandara Adi Sutjipto jam 7 pagi, saya dijemput seorang kawan yang siap mengantarkan jalan-jalan. Namanya Mas Paul. Destinasi pertama setelah sarapan pecel adalah kawasan Gunung Merapi. Jarak dari bandara ke sana lumayan jauh. Hmm..kira-kira dari Bekasi - Salemba.
Saya pikir, keliling Merapi naik mobil Avanza yang kami tumpangi. Ternyata salah besar. Kami mesti naik jeep yang rodanya mirip roda truk, terus dengan atap terbuka. Wohooo…saya ini penakut, tapi terpaksa jajal wisata off road Volcano Tour. Seru!
Volcano Tour ini terbagi dalam tiga kategori rute. Rute pendek, menengah, dan panjang. Yang pendek sekitar 1,5 - 2 jam, menengah 2 - 3 jam, dan rute panjang sekitar 4 jam. Tarifnya paling murah Rp 250 ribu per jeep. Jadi, bukan dihitung per orang. Tapi, per satu angkutan pakai jeep. Saya mengambil rute pendek yang salah satu persinggahannya adalah Museum Sisa Hartaku.
Waktu saat itu masih menunjukkan pukul 09.30 WIB. Cuaca pun tidak terlalu terik. Ya, cerah campur mendung-lah. Saya ditemani pemandu yang sekaligus menyetir mobil jeep, namanya Mas Mesran. Kaya nama merek oli ya..He-he-he. Ini pengalaman pertama saya naik jeep terbuka dan muter-muter mengelilingi gunung. Namanya pertama, otomatis rasanya deg-degan.
Oke, petualangan dimulai. Mobil dipacu dalam kecepatan yang sedang saja. Pelan tapi pasti melewati jalan terjal. Lama-lama makin ekstrim karena medan yang meliuk-liuk di atas gunung. Jujur saja, saya cukup ngeri. Ngeri, tapi seru. Gimana sih ya? Ya, gitu deh pokoknya. Recommended banget buat dicoba.
Teman-teman bisa ngerasain sensasi yang enggak kalah keren dibanding naik arung jeram atau rollercoaster. Apalagi, pemandangannya juga bikin mata jarang ngedip. Bagus banget. Buat objek foto pun dijamin hasilnya bikin kagum.
Hmm..sedikit info, wisata Volcano Tour ini terbilang baru ada di Jogja. Dimulai sekitar 2011, pasca erupsi (yang katanyaa terbesar) Gunung Merapi. Pengelolanya adalah warga asli Merapi, dan memang harus. Mereka semacam membuat komunitas, salah satunya 86 Jeep Community. Tujuan dibukanya wisata tersebut tak lain sebagai salah satu mata pencaharian warga korban Merapi.
Sepanjang off road, Mas Mesran cukup banyak cerita. Tentang dia dan keluarganya, tentang erupsi Merapi, cerita warga, dan enggak ketinggalan soal jeep. Mobil jeep terbuka di objek wisata ini dimiliki oleh, baik patungan antar warga maupun pribadi. Kebetulan, yang saya naiki punya Mas Mesran sendiri.
“Dulu saya belinya Rp 5 juta, sekarang harganya sudah mahal. Sudah jarang banget jeep kayak gini. Nyari-nyari sampai Surabaya, kemana-mana,” katanya.
Selama perjalanan, selain karena pemandangannya aduhai, saya merasakan mood yang berbeda. Sebuah rasa yang rasanya sulit sekali saya ungkapkan. Mengitari bekas erupsi Merapi sambil membayangkan situasi yang terjadi saat itu.
Oke, petualangan dimulai. Mobil dipacu dalam kecepatan yang sedang saja. Pelan tapi pasti melewati jalan terjal. Lama-lama makin ekstrim karena medan yang meliuk-liuk di atas gunung. Jujur saja, saya cukup ngeri. Ngeri, tapi seru. Gimana sih ya? Ya, gitu deh pokoknya. Recommended banget buat dicoba.
Teman-teman bisa ngerasain sensasi yang enggak kalah keren dibanding naik arung jeram atau rollercoaster. Apalagi, pemandangannya juga bikin mata jarang ngedip. Bagus banget. Buat objek foto pun dijamin hasilnya bikin kagum.
Hmm..sedikit info, wisata Volcano Tour ini terbilang baru ada di Jogja. Dimulai sekitar 2011, pasca erupsi (yang katanyaa terbesar) Gunung Merapi. Pengelolanya adalah warga asli Merapi, dan memang harus. Mereka semacam membuat komunitas, salah satunya 86 Jeep Community. Tujuan dibukanya wisata tersebut tak lain sebagai salah satu mata pencaharian warga korban Merapi.
Sepanjang off road, Mas Mesran cukup banyak cerita. Tentang dia dan keluarganya, tentang erupsi Merapi, cerita warga, dan enggak ketinggalan soal jeep. Mobil jeep terbuka di objek wisata ini dimiliki oleh, baik patungan antar warga maupun pribadi. Kebetulan, yang saya naiki punya Mas Mesran sendiri.
“Dulu saya belinya Rp 5 juta, sekarang harganya sudah mahal. Sudah jarang banget jeep kayak gini. Nyari-nyari sampai Surabaya, kemana-mana,” katanya.
Selama perjalanan, selain karena pemandangannya aduhai, saya merasakan mood yang berbeda. Sebuah rasa yang rasanya sulit sekali saya ungkapkan. Mengitari bekas erupsi Merapi sambil membayangkan situasi yang terjadi saat itu.
Ketika saya menyentuh uap panas yang konon tak pernah padam itu, saya juga berimajinasi. Yang saya sentuh itu sudah lumayan panas, bagaimana waktu erupsi terjadi ya? Ngeri sekali.
Oh ya, saya juga diajak melihat batu alien. Batu berukuran besar yang bentuknya mirip wajah seorang kakek. Kata Mas Mesran, batu ini sama seperti batu besar di bagian barat Merapi yang tak bisa dipindah. Beberapa orang mengaitkan dengan mistis. Tak jarang juga yang meletakkan sesajen di sini.
Jeep kemudian melaju lagi membawa saya ke sebuah bekas bunker yang dulu dipakai warga menyelamatkan diri. Namun, panasnya Merapi ternyata lebih kuat dari material baja pelapis. Alhasil, dua orang pernah tewas di dalam sana karena terjebak lahar panas.
Dari luar, tampilan bunker ini lumayan bikin seram. Ada tangga turun ke bawah, pintu baja yang dibangun bergaya Eropa, dan pencahayaan yang minim. Saya coba masuk, ternyata hawanya dingin. Dingin dan pengap tepatnya. Di situ ada kamar mandi dan sebuah ruang besar dengan meja. Di atasnya, (lagi-lagi) saya melihat sesajen. Mungkin dianggap keramat bagi sebagian orang.
Tepat di sekitar kawasan bunker, banyak warga setempat berjualan. Ada yang menjajakkan minuman, makanan ringan, juga bunga edelweis. Hmm..saya tertarik beli karena bunganya cantik warna-warni.
Tapi, ketertarikan saya jadi lebih jauh tentang bagaimana caranya si ibu mendapatkan edelweis. Katanya, sang suami yang mencarikan bunga abadi itu ke puncak gunung.
Dalam bayangan saya, naik gunung itu kan penuh perjuangan, dan si ibu ini sudah menjual bunga edelweis sejak remaja. Berarti kegiatan si bapak naik turun gunung menjadi hal biasa, walau diakui bertaruh nyawa.
“Ya, ngeri juga Mbak. Apalagi suami saya kan sudah tidak muda,” ujarnya.
Saya kembali terdiam. Betapa saya kufur nikmat banget. Ibu ini, untuk dapat Rp 50 ribu saja harus rela was-was nunggu sang suami metik bunga di puncak gunung yang tingginya ribuan meter itu. Belum lagi dengan potensi jatuh dan bahaya-bahaya lain yang mengintai. Sementara saya, uang Rp 50 ribu bisa dipakai buat hal-hal yang enggak penting. Hufft..
Oke, akhirnya saya bawa pulang bunga edelweis yang tadinya mau didiskon. Si ibunya sampai bilang, “Rp 50 ribu itu kemahalan enggak buat mbaknya? Ya, terserah Mbaknya saja,”. Ah, enggaklah, kali ini saya mau ngeluarin Rp 50 ribu untuk sesuatu yang mungkin sedikit membahagiakan hati orang lain. Toh, bunganya juga bisa saya pajang di rumah.
Perjalanan lanjut lagi ke Museum Sisa Hartaku. Menurut saya, museum ini adalah museum terunik karena memakai rumah warga yang menjadi korban Merapi. Nama museumnya juga sudah unik kan?.
Yap, sesuai namanya, semua isi museum merupakan barang-barang asli sisa-sisa harta warga. Ada sapi yang hanya tinggal tulang. Ada baju yang sudah compang camping, radio dan tv yang meleleh, jam dinding yang jarumnya tepat menunjukkan kejadian erupsi, dan banyak lagi.
Oh ya, saya juga diajak melihat batu alien. Batu berukuran besar yang bentuknya mirip wajah seorang kakek. Kata Mas Mesran, batu ini sama seperti batu besar di bagian barat Merapi yang tak bisa dipindah. Beberapa orang mengaitkan dengan mistis. Tak jarang juga yang meletakkan sesajen di sini.
Jeep kemudian melaju lagi membawa saya ke sebuah bekas bunker yang dulu dipakai warga menyelamatkan diri. Namun, panasnya Merapi ternyata lebih kuat dari material baja pelapis. Alhasil, dua orang pernah tewas di dalam sana karena terjebak lahar panas.
Dari luar, tampilan bunker ini lumayan bikin seram. Ada tangga turun ke bawah, pintu baja yang dibangun bergaya Eropa, dan pencahayaan yang minim. Saya coba masuk, ternyata hawanya dingin. Dingin dan pengap tepatnya. Di situ ada kamar mandi dan sebuah ruang besar dengan meja. Di atasnya, (lagi-lagi) saya melihat sesajen. Mungkin dianggap keramat bagi sebagian orang.
Tepat di sekitar kawasan bunker, banyak warga setempat berjualan. Ada yang menjajakkan minuman, makanan ringan, juga bunga edelweis. Hmm..saya tertarik beli karena bunganya cantik warna-warni.
Tapi, ketertarikan saya jadi lebih jauh tentang bagaimana caranya si ibu mendapatkan edelweis. Katanya, sang suami yang mencarikan bunga abadi itu ke puncak gunung.
Dalam bayangan saya, naik gunung itu kan penuh perjuangan, dan si ibu ini sudah menjual bunga edelweis sejak remaja. Berarti kegiatan si bapak naik turun gunung menjadi hal biasa, walau diakui bertaruh nyawa.
“Ya, ngeri juga Mbak. Apalagi suami saya kan sudah tidak muda,” ujarnya.
Saya kembali terdiam. Betapa saya kufur nikmat banget. Ibu ini, untuk dapat Rp 50 ribu saja harus rela was-was nunggu sang suami metik bunga di puncak gunung yang tingginya ribuan meter itu. Belum lagi dengan potensi jatuh dan bahaya-bahaya lain yang mengintai. Sementara saya, uang Rp 50 ribu bisa dipakai buat hal-hal yang enggak penting. Hufft..
Oke, akhirnya saya bawa pulang bunga edelweis yang tadinya mau didiskon. Si ibunya sampai bilang, “Rp 50 ribu itu kemahalan enggak buat mbaknya? Ya, terserah Mbaknya saja,”. Ah, enggaklah, kali ini saya mau ngeluarin Rp 50 ribu untuk sesuatu yang mungkin sedikit membahagiakan hati orang lain. Toh, bunganya juga bisa saya pajang di rumah.
Perjalanan lanjut lagi ke Museum Sisa Hartaku. Menurut saya, museum ini adalah museum terunik karena memakai rumah warga yang menjadi korban Merapi. Nama museumnya juga sudah unik kan?.
Yap, sesuai namanya, semua isi museum merupakan barang-barang asli sisa-sisa harta warga. Ada sapi yang hanya tinggal tulang. Ada baju yang sudah compang camping, radio dan tv yang meleleh, jam dinding yang jarumnya tepat menunjukkan kejadian erupsi, dan banyak lagi.
Saya ini lagi jalan-jalan. Tapi, ada perenungan yang dalam juga di sana. Berada di museum itu, ditambah lagu Ebiet G. Ade dan sisa abu, membuat saya harus bersyukur lebih banyak. Saya ini korban banjir di Jakarta. Tapi, mereka korban erupsi, nyatanya jauh lebih menderita.
Melihat-lihat bagian rumah dimana ada foto keluarga, kamar, ruang tamu, saya kembali membayangkan. Betapa warga di Merapi hidup bahagia dengan kesederhanaan dan kehangatan keluarga, tiba-tiba hancur karena erupsi. Berubah jadi tangis dan duka. Terlebih mereka yang kehilangan anggota keluarga. Saya salut dengan ide pembuatan museum ini. Sebuah wisata yang tidak biasa, yang tidak sekadar membuat wisatawan tertawa suka-suka.
Dari sana, jeep kemudian melaju ke basecamp. Rute pendek Volcano Tour berakhir. Saya tak mau melewatkan momen narsis, foto-foto sambil naik jeep. He-he. Kapan lagi kan?
Buat anda yang mau berwisata ke Yogyakarta saya rekomendasikan buat mencicipi wisata vulcano tour ini, Nggak ada ruginya lah ajak keluarga serta rekan kerja anda menikmati pemandangan Gunung Merapi yang masih berasa sekali kondisi Erupsi tahun 2010 lalu. Jalan Ke Yogyakarta Yukk!!!.. :)
ditulis oleh: Firda Puri Agustine di kompasiana
Update News By : @N_besar
Thanks for sharing...
ReplyDelete